KETENTUAN DATANGNYA MASA KEHANCURAN ALAM

Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang yang mati (hati nuraninya) mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli (hati nuraninya ada tutupan) mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling ke belakang”.

Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (dengan hidayah) orang-orang yang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorang pun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami lalu mereka berserah diri” (QS. An Naml: 80-81).

Ketentuan masa kehancurannya alam sebagaimana diberitakan wahyu dari Allah dalam QS. An Naml ayat 82.

Adalah wujud nyata diberlakukannya sunnatul awwalin.

Yakni diturunkannya siksa sebagaimana yang diberlakukan pada orang-orang terdahulu. Dilenyapkan dari permukaan bumi karena mendustakan mengadanya Rasul dan ajarannya, dengan kesombongannya dan dengan rencananya yang jahat. (QS. Faathir ayat 43).

Dan apabila perkataan (ketentuan datangnya masa kehancuran alam untuk melenyapkan semua yang batal) telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan buat mereka (yang berimannya benar-benar ma’rifatun wa tashdiqun tetap yakin atas ayat-ayat Allah yang menjelaskan mengadanya Hak MutlakNya) dabbah dari bumi (Nya Allah) yang akan mengatakan kepada mereka (yang selamat karena tetap kokohnya keyakinan mereka terhadap mengadanya kebenaran Hak MutlakNya Allah), bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin ayat-ayat Kami” (QS. An Naml ayat 82).

Mereka yang dilenyapkan dengan datangnya masa kehancuran alam,

Adalah mereka yang sudah sama sekali tidak yakin kepada ayat-ayat Allah.

Ayat-ayat Allah yang jumlahnya 30 juz yang tidak ada keraguan kebenaran isinya, adalah hidayah bagi orang-orang yang bertaqwa.

Sama sekali tidak yakin bahwa bertaqwa kepada Allah itu ada syaratnya.

Sarat pertama: alladzina yu’minuna bi al-Ghaybi, dan seterusnya.

Tidak yakin dengan perintah Allah: Wa aqimishshalata lidzikri.

Tidak yakin mengadanya firman Allah: Wadzkur Rabbaka fi nafsika..dst (QS.7:25).

Tidak yakin firman Allah: Wayuhadzdzirukumullah nafsahu. (QS.3:28 dan 30).

Tidak yakin fi rasulillah uswatun hasanah isim nakirah.

Tidak yakin bahwa mengadanya rasul min anfusikum. Dari jati dirimu sendiri (QS.9:128).

Tidak yakin perintah Allah: Irji’i ilaa Rabbiki radhiyatan mardhiya..…

Tidak yakin kandungan surat al Ikhlas: Qul Huwa Allahu ahad…..

Tidak yakin mengadanya firman Allah dalam QS. Saba: 51, 52, 53, 54.

Tidak yakin bahwa: an lau kaanuu ya’lamuuna al-Ghayba maa labitsuu fi al ‘adzabi al muhin (QS. Saba` 14).

Tidak yakin terhadap firman Allah bahwa: Wa’lamuu anna fikum rasulallah (QS. al Hujurat ayat 7).

Tidak yakin terhadap firman Allah dalam QS. Al An’am 89.

Tidak yakin terhadap firman Allah dalam QS. Al Jin ayat 26, 27, 28.

Tidak yakin kebenaran firman Allah dalam QS. Ali Imran 101.

Tidak yakin kebenaran firman Allah dalam QS. Ar Rum ayat 30, 31, 32.

Tidak yakin bahwa Likulli ja’alnakum syir’atan wa minhajan (QS. 5:48).

Tidak yakin sama sekali terhadap ayat: Wabtaghuu ilaihi al wasilata dan apalagi wakadzalika ja’alnakum ummatan wasathan (QS.2:143).

Sama sekali tidak yakin bahwa ayat-ayat Allah adalah Nur-Nya. Cahaya DiriNya. Termasuk jagad raya dengan segala isinya adalah Nur-Nya.

Nur-Nya adalah Nur Muhammad (disimpan Allah dalam rasa). Manabisa mengenalinya kalau tidak bertanya kepada rasul yang diutus mewakili Diri-Nya?

Dimunculkannya Al-Mahdi yang selalu didabbahkan Allah oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW dituturkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Al Hakim, At Tarmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir, Ibnu Adli, Adh Dhahabi, Abu Asy Syeikh.

Dari Abdullah bin Mas’ud ra dia berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang sekelompok anak-anak muda dari kalangan Bani Hasyim. Maka tatkala terlihat akan mereka, kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata dan wajah beliau berubah. Aku pun bertanya: “Mengapakah kami melihat wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai?

Beliau menjawab: “Kami ahlul bait telah Allah Swt pilih untuk kami akherat lebih dari pada dunia. Dan sungguh ahlul baitku akan menerima bencana penyingkiran dan pengusiran sepeninggalku kelak sampai datangnya suatu kaum dari sebelah timur yang bersama mereka panji-panji berwarna hitam.

Mereka meminta Al-Haq (Nya untuk didakwahkan dan digelar) tetapi tidak diberikan. Maka mereka pun berjuang (yuqaatilunna = dengan memerangi nafsunya supaya selalu berada di jalan Allah) dan memperoleh pertolongan, lalu diberikanlah apa yang mereka minta (mendakwahkan dan nggelar Al-HaqNya Allah), tetapi mereka tidak menerimanya, hingga mereka menyerahkannya kepada seseorang dari ahlul baitku yang memenuhi bumi dengan kebenaran dan keadilan sebagaimana bumi dipenuhi dengan kedurjanaan. Siapa di antara kamu yang sempat menemuinya maka datangilah mereka walaupun harus merangkak di atas salju. Sesungguhnya dia adalah Al-Mahdi”.

Para wakilnya Junjungan Nabi Muhammad SAW yang hak dan sah yang tugas pokoknya sebagaimana yang beliau laksanakan selaku Wasithah (mempertemukan fitrah jati diri manusia dengan FitrahNya Allah Swt di dalam rasa, di satu titik: Nur Muhammad), agar hati nurani roh dan rasanya berfungsi untuk senantiasa mencahaya dengan Diri-Nya Dzat Al-Ghayb Yang mutlak WujudNya, Allah namaNya, supaya dijadikan tujuan tempat kembali, ternyata selalu menerima bencana. Difitnah. Diusir, didustakan dan bahkan dibunuh. Hingga seorang Wasithah, Imam Muhammad Al-Baqir menetapkan tonggak attakiyah. Menyimpan paham demi keselamatan. Oleh Allah didabbahkan. Disembunyikan di bumiNya. Sampai datangnya suatu kaum dari sebelah timur yang bersama mereka panji-panji berwarna hitam.

Panji-panji adalah simbul keabadian. Adalah ilmu yang mempertemukan fitrah jati diri manusia dengan tempat asal diciptakan. Yakni FitrahNya Allah Swt. Adalah kaum yang dipimpin oleh Bapak Kyai Imam Mursyid Muttaqin. Kaum yang berwasithah (ummatan wasathan).

Kaum ini memohon agar diizinkan untuk mendakwahkan dan nggelar Al-HaqNya Allah Swt (dengan cara terbuka), tetapi oleh Allah tidak diberi izin. Belum saatnya atau belum zamannya. Sebab Bapak Kyai Imam Mursyid Muttaqin tugas pokoknya adalah melahirkan kehendak Allah Swt supaya dijadikan cita-cita.

Cita-cita itu adalah gumelarnya Ilmu Syathariyah dengan pendidikannya merata ke seluruh Indonesia hingga ke seluruh dunia sampai jebating jagad. Dan Indonesia yang menjadi pusat gumelarnya cita-cita supaya oleh Allah dijadikan Negara Islam yang sejati, merdeka yang sejati lahir batin sampai jebating jagad.

Cita-cita itu supaya berhasil diserahkan beliau kepada seorang murid beliau yang telah dipersiapkan (sejak usia kanak-kanak) oleh Bapak Kyai Hassan Ulama’, yaitu Bapak Kyai Muhammad Kusnun Malibari, yang oleh Bapak Kyai Imam Mursyid disebut sebagai satu-satunya orang sejagad yang hatinya selalu bening.

“Lega atiku yen kowe gelem ndonga (memperjuangkan cita-citanya). Awit wong sak jagad iki sing atine ajeg bening amung kowe. Yen kowe gelem ndonga, cita-citaku mesti bakal kasil”.

Perjuangan dengan cara yuqaatilunna fi sabilihi dengan tapa brata habis-habisan dilaksanakan oleh Bapak Kyai Muhammad Kusnun Malibari apalagi setelah beliau memperoleh pelimpahan dari gurunya (Bapak Kyai Imam Mursyid Muttaqin) bahwa: “iki detik, iki saat, iki jam, iki wektu lan iki dina, kersanE Gusti Allah kowe mulai kewajiban ngilangi kebodohane seluruh dulur umat Islam bisane pada ma’rifat maring Allah. Wis masa bodoa aku kari sak derma nglahirake”.

Perjuangan beliau (Bapak Kyai Muhammad Kusnun Malibari) memperoleh pertolongan Allah. Artinya dimulainya gumelar. Tetapi wujud secara nyata gumelar itu ketika diberikan kepada beliau, tidak siap menerima karena menyadari usianya yang makin menua.

Kemudian diserahkan kepada yang ditugasi meneruskan tugas dan kewajibannya dalam rangka mewakili tugas dan kewajiban Junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai rasulNya, kepada salah seorang murid yang dirasa telah cukup dipersiapkan untuk itu. Kebetulan sekali adalah saya sendiri.

Oleh beliau dibekali berbagai hal berkaitan dengan tugas dan kewajiban yang harus saya kerjakan.

Seperti tanda terakhir saat dekatnya gumelar diwujudkan. Apabila beribu-ribu orang meminta petunjuk ilmu, caranya demikian. Dan apabila telah sampai pada kewajiban nata negara, caranya demikian. Dan bahkan seluruh dunia akan benar-benar tata tentrem apabila penerusan Wasithah pada anak saya yang nomer tiga. Termasuk masa kehancuran alam yang melenyapkan semua yang batal, seandainya diratakan, yang tersisa, artinya yang selamat, satu pal satu orang. Hanya saja nanti gerombol-gerombol.

Berita dari Allah Swt perihal kemunculan Al-Mahdi yang dijumenengkan Ratu Adil di tanah Jawa telah diterima sejak Wasithah dipegang oleh Nyai Ageng Hardjo Besari. Dalam rantai silsilah urutan ke 42. Lenggah di Tegalrejo Magetan. Ngasta Wasithah lebih kurang dari tahun 1854-1876 M.

Yaitu ketika pada suatu malam atas kehendak dan izin Allah beliau didatangi oleh rohnya Ratu Adil yang akan dijumenengkan Allah di tanah Jawa, dengan menaiki kuda yang putih berseri warnanya.

Beliau lalu memanggil bakal penerusnya (Kyai Hassan Ulama’) dan berkata: “San, dek mau bengi rohe Ratu Adil sing bakal jumeneng ana tanah Jawa rawuh mrene. Lenggah ing duwur meja iki. Aku lungguh ana kursi iki, njur ngelus-ngelus rambutku karo dawuh: “Kowe ki lo wadon ngono kok drajat kewalianmu luwih-luwih”.

Anu San, ngersakake mundut tombak Kyai Sapu Jagad. Coba delengen ing jero lemari iku”.

“Inggih mbok mboten wonten”.

“Ya, yen ngono pancen ya dipundut tenan”.

“Saiki ngene San, ing rehne tak pandeng rohe Ratu Adil sing bakal jumeneng ing tanah Jawa iku rohmu dewe, mula tapanana”.

Oleh mBah Kyai Hassan Ulama’ lalu ditapani selama tiga tahun.

Maksud “rohmu dewe” adalah roh yang sama-sama berada pada maqam hakekat. Sehingga Ratu adalah Rohnya menyatu dengan satu-satuNya Dzat Yang Maha Adil.

Karena itulah, hakekatnya, Ratu Adil itu adalah Tuhan sendiri. Demikian halnya dengan Imam Mahdi, adalah Tuhan sendiri. Hanya karena Dia adalah Dzat Yang Al-Ghayb lalu mengutus hamba yang dikehendaki untuk mewakili.

Penjelasan seperti ini sebelum nyata wujud gumelarnya cita-cita, masih hanya untuk kalangan sendiri. Ngati-ngati. Bukan berarti takut berterus terang. Akibatnya seperti ungkapan ngerah iwak urung kepara kena, nanging tiwas buthek banyune………


Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl